Nasional
Jokowi Mendukung Ahok? Kenapa? Ini Jawabannya

Persepsi publik telah terbentuk dalam Pilgub 2017, Jokowi mendukung Ahok. Persepsi dimaksud terbentuk bukanlah datangnya kemarin sore bersama hujan tetapi berdasarkan rangkaian demi rangkaian fakta dan peristiwa.
Peristiwa yang teranyar ialah ketika Jokowi mengikut sertakan Ahok satu mobil dengan Mega menuju Acara Penutupan Rapimnas Partai Golkar di penghujung bulan Juli dan juga suasana keakraban di Istana ketika Resepsi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus malam.
Dari sisi Jokowi ada kepentingan objektivnya agar Ahok terus memimpin DKI karena Jokowi yakin DKI sebagai Ibu Kota Negara dan sebagai “etalase”Indonesia akan lebih maju dibawah kepemimpinan Ahok.
Ketika banyak kalangan yang memprotes Ahok dengan “penertiban dan penggusuran “di Jakarta, Jokowi tidak ada memberi komentar apapun. Begitu juga ketika kegaduhan Reklamasi Pulau G yang menimbulkan polemik antara Ahok dan Rizal Ramli terlihat Jokowi tetap diam dan akhirnya berujung kepada terpentalnya Rizal Ramli dari Kabinet Jokowi.
Dari sisi subjektiv Jokowi juga punya beberapa alasan kenapa ia mendukung Ahok. Kerjasama antara Jokowi dan Ahok ketika berpasangan memimpin DKI berjalan dengan baik dan mesra tidak pernah terdengar terjadinya gesekan diantara mereka berdua.
Artinya Ahok memenuhi kriteria ia tidak pernah merecoki Jokowi. Ahok adalah figur yang patuh dan taat kepada Jokowi. Alasan selanjutnya ialah Ahok bukanlah pengurus dari suatu Partai Politik dan ketika Ahok dicalonkan oleh Nasdem, Hanura dan Golkar tidak ada sedikitpun tanda tanda bahwa Ahok yang melamar tetapi Parpol lah yang meminang Ahok.
Andainya juga nanti PDI Perjuangan memberi dukungan kepada Ahok bukanlah karena Ahok mendaftar di partai besutan Megawati itu tetapi juga karena PDI Perjuangan punya kalkulasi politik yang menguntungkan mereka sehingga Partai lambang moncong putih pada akhirnya memberi dukungan kepada Ahok.
Dalam perspektif ini Ahok akan terbebas dari kendali Parpol andainya ia nanti memimpin DKI Kembali. Dengan lepasnya Ahok dari kendali Partai Politik maka tingkat ketergantungan Ahok kepada Jokowi semakin tinggi karena biar bagaimana pun jua Ahok akan selalu membutuhkan back up politik dan hal tersebut akan diperolehnya dari Jokowi.
Atmosfir politik Ibu Kota menjelang Pilgub 2017 semakin semarak dengan munculnya beberapa nama yang dibicarakan masyarakat sebagai penantang Ahok dan salah satu nama yang mencuat itu ialah Rizal Ramli.
Memang sampai sekarang ini belum ada kenderaan politik Rizal Ramli tetapi jika nanti beberapa parpol berkoalisi mendukung Rizal Ramli tentu Jokowi tidak akan nyaman dengan nama ini karena secara psikologis Rizal Ramli pasti merasa tidak enak dengan dicopotnya dia dari Kabinet yang juga dipersepsikannya sebagai efek dari perselisihannya dengan Ahok.
Memang kalau Rizal Ramli terpilih sebagai Gubernur DKI, hampir dapat dipastikan Jokowi akan sulit “mengendalikannya” karena ketika beberapa hari saja diangkat sebagai Pembantu Presiden (Menko), Rizal Ramli sudah membuat “kegaduhan”dengan menyerang kebijakan Jokowi yang berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik 35.000 Mega Watt. Menko maupun Menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan dipilih oleh Presiden.
Artinya posisi Menteri sangat tergantung kepada Presiden dan dalam posisi yang demikian pun Rizal Ramli berani melontarkan kritik kerasnya ke publik. Apalagi kalau ia menjadi Gubernur yang nyata nyata pilihan rakyat dalam hal mana Presiden hanya sebatas menerbitkan Surat Keputusan pengangkatannya saja dan bukan karena pilihannya.
Selain Rizal Ramli, Jokowi juga tidak nyaman dengan siapapun yang terpilih sebagai Gubernur DKI. Andainya jua PDI Perjuangan tidak mendukung Ahok dan mencalonkan Risma atau Djarot atau figur lainnya Jokowi tetap tidak nyaman karena siapapun tokoh yang terpilih akan tetap dalam kendali partai dan tidak sepenuhnya berada dalam lingkup kendali Jokowi.
Kemudian Jokowi juga berhitung panjang untuk Pilpres 2019. Memang sampai sekarang ini popularitas dan tingkat elektabilitas Jokowi belum tertandingi siapapun.Tetapi Pilpres kan masih sekitar dua setengah tahun lagi. Dalam dua setengah tahun ini belum bisa diramalkan apakah tingkat elektabilitas Jokowi tetap bertahan, naik atau turun.
Kalau semua program prioritas Jokowi terlaksana dengan baik maka namanya akan semakin melambung tapi kalau terjadi kegagalan terutama kalau performance APBN tidak terlalu baik maka popularitas Jokowi bisa turun. Kalau ini terjadi dan berdasarkan pengalaman Pilpres 2014 maka Gubernur DKI merupakan ancaman potensial bagi kelanjutan jabatan presiden.
Tetapi kalau Ahok yang menjadi Gubernur DKI, secara teori Ahok bukanlah ancaman bagi kelangsungan kelanjutan jabatan Jokowi sebagai Presiden. Dari hal hal yang diutarakan tersebut maka bagi Jokowi tidak ada pilihan lain kecuali mendukung Ahok sebagai Gubernur DKI pada Pilgub 2017 nanti.
Sebagai penutup, ada sebuah pepatah mengatakan; “Elang akan berkumbul dengan elang. Singa akan berkumpul dengan singa”. Artinya, secara teori ada semacam frekuensi dalam hubungan sosial manusia. Manusia akan menyatu dalam frekuensi masing-masing. Kesamaan atau perbedaan pola fikir, hobi, minat, sikap akan menentukan dikomunitas mana manusia itu berkumpul.
Saat kita mendukung seseorang, bisa jadi berarti kita mendukung sosok yang mewakili karakter kita sendiri. Itulah kenapa Jokowi terkesan mendukung Ahok dalam banyak kesempatan. Jokowi mendukung Ahok bisa jadi bukan seperti itu sebenarnya. Tapi Jokowi mendukung hal-hal yang ada di fikirannya dan itu dilakukan oleh Ahok.

You must be logged in to post a comment Login