Connect with us

Nasional

Tak Pantas Menyandang Status Ulama, Mari Jihad Melawan MUI

Published

on

Semakin Menyebalkan Mari Jihad Melawan MUI

Akhirnya waktu memberikan petunjuk sedikit demi sedikit, membuka kemunafikan di balik simbol-simbol agama yang tak benar-benar merepresentasikan agama Islam. Fahmi Darmawansyah, Bendahara MUI, ditangkap KPK karena menjadi tersangka kasus suap Bakamla.

Sebagai rakyat Indonesia yang masih waras, saya sangat bersyukur akhirnya KPK berani menangkap bendahara MUI. Ini merupakan pencapaian luar biasa, sebab sebelumnya MUI yang terlibat dalam kasus memberi label halal pada aktifitas penipuan tidak pernah ditindak. PT Golden Traders Indonesia Syariah disebut oleh KH Maruf Amin sudah beroperasi sesuai syariah. Pernyataan inilah yang membuat banyak nasabah mau memberikan dananya pada PT GTIS.

Faktanya GTIS merupakan investasi bodong atau penipuan. Sudah banyak nasabah dirugikan dan menuntut GTIS. Hasilnya direktur GTIS Aziddin ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. Namun polisi tidak menindak KH Maruf Amin, padahal beliau juga dilaporkan oleh nasabah. Rakyat Indonesia dipaksa maklum dengan dihentikannya kasus ini, sebab KH Maruf Amin merupakan orang dekat SBY, wantimpres, dan kasus ini terjadi pada eranya SBY.

Masih di tahun yang sama, 2014, pengurus MUI juga dikabarkan menerima uang dari Australia senilai 28,000 dollar atau sekitar 300 juta rupiah. Uang tersebut mereka terima dari Presiden Halal Certification Authority Australia, Mohammed El Mouelhy, untuk biaya perjalanan pengurus MUI selama 7 hari.

Padahal dalam aturannya, MUI menetapkan honor bagi pejabat yang dikirim mensurvei untuk mengaudit lembaga halal di luar negeri besarnya 115 dollar perhari. Dan menurut Amidhan MUI rombongan mereka ke Australia karena diajak kementerian agama, biayanya ditanggung APBN. Artinya MUI menerima double, dari APBN dapat, dari Australia juga dapat. Kemaruk!

Dengan fakta korupsi, menyatakan aktifitas penipuan sudah beroperasi sesuai syariah sampai double amplop Australia dan APBN, semuanya membuat MUI terlihat sangat tidak pantas menjadi representasi ummat Islam. Jadi sangat melecehkan ketika KH Maruf Amin -orang yang menyebut penipuan beroperasi sesuai syariah dan merugikan banyak nasabah- masih menjabat sebagai ketua MUI.

MUI Sumber Masalah

Diakui atau tidak, MUI merupakan biang kerok dari banyak keributan yang terjadi di negeri ini. MUI keluarkan fatwa soal menggunakan aksesoris natal, gara-gara ini FPI bergerak lakukan sosialiasi. FPI seolah merasa memiliki hak untuk mendatangi dan memaksa perusahaan-perusahaan agar mau tanda tangan tidak akan agar tidak mengintimidasi karyawan yang tidak mau gunakan atribut natal.

Aksi FPI sangat mengganggu. Di Sragen contohnya, Polisi sampai membentak FPI agar tidak masuk dan melakukan sweeping ke dalam swalayan. Tapi FPI tetap ngeyel dan memaksa masuk. Sampailah AKBP Cahyo membentak “enggak ada saya bilang! FPI tidak punya kewenangan melakukan razia” baru FPI mau meninggalkan lokasi.

Entah apakah sebenarnya MUI dan FPI ini kerjasama, MUI yang berfatwa FPI yang sosialisasi, yang jelas hal ini sangat-sangat mengganggu kedamaian publik. MUI tidak bisa lepas tangan dengan hanya mengatakan “Tidak boleh ada sweeping-sweeping. Itu kita serahkan kepada pemerintah untuk mengeksekusinya.” Ini kan ulah MUI? Gara-gara MUI lah FPI bergerak. Kalau tak ada fatwa MUI, maka FPI tak akan bikin onar.

Hal ini juga sudah terjadi sebelumnya pada aksi 411 dan 212, FPI bergerak membuat aksi-aksi penuh ancaman dan provokasi karena alasan fatwa MUI. Inilah kenapa FPI membentuk Gerakan Pengawal Fatwa MUI, kemudian sebagian mereka menyerukan jihad dan siap mati. Setelah kekisruhan terjadi, barulah MUI mengatakan tidak mengijinkan pendemo untuk menggunakan simbol-simbol MUI, maksudnya tidak boleh mengatasnamakan MUI.

Pernyataan tidak boleh sweeping dan tidak boleh gunakan simbol MUI ini merupakan pernyataan dari orang yang sama, KH Maruf Amin, orang yang dulu menyebut aktifitas penipuan GTIS beroperasi sesuai syariah. Jadi MUI memang biang kerok, sumber masalah. Gara-gara MUI lah banyak nasabah jadi korban penipuan GTIS. Gara-gara MUI lah FPI memiliki alasan untuk melakukan sweeping. Dan gara-gara MUI lah terbentuk GNPF dan mengancam akan melakukan kudeta, pembunuhan serta menduduki istana, seolah mereka sedang benar-benar membela agama Islam.

Orang yang tak tau apa-apa soal kasus Ahok, bisa begitu militan dan lantang berteriak karena mereka tau MUI sudah keluarkan fatwa. Fatwa yang mereka yakini sudah benar, sebab MUI merupakan kumpulan ulama, jadi mereka tak berpikir dan menyelidiki lagi.

Orang yang tak tau apa-apa soal GTIS, bisa begitu percaya dan menyerahkan dananya karena MUI sudah menyatakan bahwa GTIS beroperasi sesuai syariah Islam. Padahal nyatanya masyarakat ditipu.

Lalu FPI menggunakan kacamata kudanya untuk melakukan sosialisasi, sweeping dan perdebatan dengan Polisi karena ingin menegakkan syariah Islam berdasarkan fatwa MUI.

Saya pikir sudah cukup MUI mengeluarkan fatwa-fatwa. Cukup! Fatwa mereka hanya menimbulkan keributan dan menjadi kacamata kuda bagi kalangan fanatik, dijadikan alasan dan legitimasi. Negeri ini lebih asyik kalau tanpa MUI dengan segala fatwanya.

Mari berjihad memberantas MUI. Bubarkan! Jangan sampai ada nasabah yang ditipu lagi hanya karena MUI mengatakan sudah beroperasi sesuai syariah. Jangan ada lagi sweeping karena alasan ingin menegakkan fatwa MUI. Cukup! MUI itu hanyalah sekelompok orang biasa dan bukan ulama.

Fatwanya bukan sebuah hukum yang harus ditaati. Kita tidak otomatis dinyatakan melanggar hukum jika tak mengikuti fatwa MUI. Kita juga tidak otomatis berdosa dan masuk neraka jika tak mengikuti fatwa MUI. Jadi untuk apa berfatwa kalau tak ada kewajiban untuk ditaati? Ini kan seperti pacaran tapi tak ada keharusan untuk menikahi? Untuk apa? Atau seperti cokelat di atas satu porsi nasi Padang, lebih baik tidak ada. Mengganggu.

Untuk itu, atas nama masyarakat Indonesia yang menginginkan negeri ini tetap asyik, tentram dan damai, saya berharap MUI segera diberantas, bubarkan! Fatwa mereka tidak ada gunanya dan hanya menimbulkan gesekan-gesekan. Jadi, supaya negeri ini tetap damai, maka kita harus berjihad melawan MUI. Berantas! Allahuakbar…..!!

MUI juga tak pantas menyandang status ulama. Bagaimana mungkin ulama masih korupsi? Bagaimana bisa ulama menerima amplop double? Sudahlah, MUI jangan berani mengaku sebagai kumpulan ulama. Sebab dalam Islam, tidak ada teori dan sejarahnya ulama melakukan korupsi dan doyan uang. Tidak ada! Kalau MUI ini tidak kita lawan, tidak kita berantas, sebagai muslim saya sangat khawatir ini akan menjadi sejarah bahwa ulama hanyalah manusia tamak, koruptif dan sumber masalah.

Selamatkan Indonesia, selamatkan Islam. Merdeka….!!

Begitulah kura-kura.

#Alifurrahman

Garuda Citizen truly of Indonesia » politik, hukum, sosial, wisata, budaya, dan berbagai berita peristiwa menarik dan penting untuk dibaca.

Continue Reading
Advertisement
2 Comments

2 Comments

  1. joko tingkir

    Desember 28, 2016 at 12:40 am

    tulisan anda membuat saya yakin kalau anda bukan seorang muslim..

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply