Nasional
Menjual Islam dengan Risalah Istiqlal

Perhatian! Tulisan ini hanya untuk pembaca yang bisa berpikir, bukan yang hanya fanatik dan mudah baper.
2 hari lalu, masjid istiqlal menjadi saksi jual beli agama untuk kepentingan politik. Melalui risalah istiqlal yang dibacakan oleh Rizieq FPI. Berikut 9 poin risalah istiqlal.
1. Kepada seluruh umat Islam merapatkan barisan untuk memenangkan pemimpin muslim yang lebih baik.
2. Diserukan kepada partai pro-rakyat agar berupaya maksimal untuk menyepakati satu calon pasangan, calon gubernur muslim.
3. Diserukan kepada seluruh umat Islam untuk beramai-ramai menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada DKI 2017.
4. Diserukan kepada seluruh umat Islam untuk berpegang kukuh kepada agamanya dengan hanya memilih calon muslim, dan haram memilih non-muslim dan haram pula golput.
5. Diserukan kepada kaum muslimin untuk menolak, melawan, dan melaporkan segala bentuk suap, baik itu berbentuk money politic maupun serangan fajar.
6. Pentingnya partai politik pro-rakyat untuk memaksimalkan daya yang mereka miliki serta melibatkan seluruh potensi atau elemen umat untuk memenangkan pasangan cagub cawagub yang disepakati umat.
7. Mengokohkan ukhuwah dan mewaspadai segala bentuk fitnah dan adu domba yang ditujukan kepada calon yang diusung oleh umat.
8. Mengingatkan seluruh pengurus KPU DKI, RT/RW yang ditugasi sebagai KPPS untuk mengawal dan mengawasi jalannya Pilkada, agar terwujud Pilkada DKI yang jujur dan adil.
9. Mengimbau kepada partai yang mendukung calon non-muslim untuk mencabut dukungannya. Apabila tidak mengindahkan imbauan ini, maka diserukan kepada umat untuk tidak memilih partai tersebut.
Dengan 9 poin ini, mereka sebenarnya telah menjual umat Islam untuk kepentingan politik. Perhatikan poin 9, menghimbau partai untuk mencabut dukungan pada calon non muslim. Kemudian poin 6 soal cagub cawagub yang disepakati dan diusung oleh umat.
Coba kita telaah, maksudnya disepakati dan diusung oleh umat yang mana? Siapa yang diusung? Sandiaga Uno atau siapa? Tidak jelas. Tapi kalau poin jangan mendukung non muslim, maka jelas maksudnya agar tidak mendukung Ahok.
Mereka menyebut “disepakati dan diusung umat” seolah memiliki hak untuk mengatur Gubernur Jakarta. Padahal dalam sistem demokrasi, tidak ada yang boleh mengatur-ngatur pilihan rakyat. Setiap rakyat memiliki kebebasan memilih, karena rakyat merdeka.
Mereka menggunakan kata muslim dan umat untuk kepentingan politik. Seenak jidatnya mengharamkan memilih gubernur non muslim. Padahal Jakarta justru lebih maju di bawah kepemimpinan non muslim, dibandingkan dengan yang sebelumnya.
Sudahlah, gubernur tidak mengurusi soal agamamu apa. Yang kita butuhkan adalah sosok yang bisa mengurusi kota dan kesejahteraan rakyatnya. Jadi kalau sekarang masih ada yamg berpikir soal haram memilih calon non muslim, hampir bisa dipastikan itu hanya pesan politis karena sudah putus asa untuk megalahkan lawan.
Kenapa saya yakin begitu? Sudahlah, ini bukan soal keyakinan atau aqidah agama Islam. Ini tentang jual beli agama demi kepentingan politik. Mereka penggagas 9 risalah istiqlal telah menjual agama Islam kepada lawan politik Ahok. Mereka membacakan itu karena lawan politik Ahok sudah membeli mereka.
Mari kita ingat-ingat pada Pilpres 2014 lalu. Jokowi yang saat itu sudah resmi menyatakan maju sebagai calon Presiden diharamkan oleh sekelompok orang yang mengaku ulama. FUUI atau Forum Ulama Ummat Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya memilih Jokowi. Mereka langsung sebut nama.
Padahal kita tau Jokowi dan JK adalah muslim yang taat. Jaih lebih taat dibanding Prabowo jika melihat puasa senin kamisnya. Lalu kenapa ulama malah mengharamkan memilih Jokowi? Jika karena agamanya, jelas Jokowi beragama Islam, pernah haji dan umroh. Apakah Prabowo pernah haji dan umroh?
Logika sederhananya, jika ulama tersebut menggunakan alasan agama untuk memilih pemimpin, mengapa mereka mengharamkan rakyat memilih Jokowi? Fix ini hanya jual beli tameng agama demi kepentingan politik. Para kumpulan ulama tersebut sudah dibeli, tak ubahnya penyanyi dangdut yang diundang ke panggung kampanye, berfungsi untuk menarik minat rakyat untuk bergabung dan memilih. Sementara ulama, mereka berkata-kata dengan kalimat religius, fungsinya sama saja seperti penyanyi dangdut, agar rakyat tertarik dan memilih. Hanya satu bedanya, ulama tersebut tidak boleh pasang bendera partai di masjid.
Kita harus sadar
Banyak dari masyarakat kita malah mendukung fatwa haram memilih Jokowi. Sekarang mereka juga mendukung fatwa haram memilih Ahok lewat 9 risalah istiqlal. Padahal semua itu adalah aktifitas jual beli agama demi kepentingan politik. Kita harus sadar bahwa mereka sudah menjual agama Islam terlalu murah.
Sebelumnya, kelompok yang segolongan juga menistakan doa. Politisi Gerindra berorasi politik pada waktu doa. Orang menyebut itu doa, padahal hanya menambahkan “ya Allah.” Andai “ya Allah” nya dihilangkan, maka jelas itu merupakan orasi. Jadi tak heran kalau setelah doa banyak politisi oposisi yang tepuk tangan. Kemudian yang lebih baru, Amien Rais berkhutbah Idul Adha juga membahas Pilgub DKI.
Sebagai muslim kita harus sadar, lihatlah agama kita dilecehkan sedemikian rupa. Waktunya doa digunakan untuk orasi. Waktuya khutbah idul adha digunakan untuk kampanye. Sekarang muncul 9 risalah istiqlal. Kita harus sadar bahwa mereka adalah setan-setan yang nyata seperti yang disebut dalam Alquran surat Annas: min syarril waswasil khonnas, alladi yuwaswisu fi sudurinnas, minal jinnati wannas. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.
Benar saya pendukung Jokowi, sekarang juga mendukung Ahok jika lawannya Sandiaga atau Yusril. Tapi saya mendukung Jokowi bukan karena ketaatannya pada agama Islam jauh di atas Prabowo. Bukan. Melainkan karena kinerjanya. Sekarangpun saya mendukung Ahok karena kinerjanya yang baik. Sementara lawannya adalah Sandiaga Uno, sosok yang namanya disebut di Panama Papers, pengemplang pajak.
Kita hanya perlu sadar dan marah karena agama Islam diinjak-injak oleh kelompok orang yang mengaku ulama. Yang jujur saya yakini salah satu dari mereka tidak bisa baca kitab-kitab arab.
Saya tak peduli Ahok menang atau kalah, sebab dia bukan keluarga saya. Kalau tak percaya tes DNA! eh? Jadi kayak om-om. Maksudnya, Ahok menang atau kalah itu bukan urusan saya. Sebagai rakyat saya hanya bisa mendukung dan menerima apapun hasilnya. Simple!
Tapi kalau agama Islam dijadikan materi kampanye politik, Allah diajak orasi atau kampanye, ini jelas sangat menyinggung. Sekali lagi, mereka telah menjual agama Islam terlalu murah. Berapa sih para ulama tersebut dibayar Prabowo atau lawan Ahok? Paling banter hanya cukup untuk nikah lagi.
Begitulah kura-kura.

You must be logged in to post a comment Login