Connect with us

Daerah

Polri Terus Mengejar Gembong Teroris di Indonesia

Published

on

polisi tetapkan dpo
Polri menetapkan Komandan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Magelang,(GC) – Keluarganya di Magelang berharap Santoso bisa segera bertobat dan menyerahkan diri. Harapan ini selalu dipanjatkan agar Santoso bisa kembali ke tengah keluarganya.
Ada tiga hal yang selalu diharapkan keluarga terhadap terduga pimpinan teroris itu. Keluarga berdoa agar Santoso segera sadar serta segera menyerahkan diri. Harapan keluarganya itu agar ia tidak lagi menjadi buron atau target pencarian aparat negara.
Setelah menyerahkan diri lalu segera bertobat. Ketiga hal ini selalu diimpikan keluarga agar Santoso segera pulang.
“Setiap setelah sholat, saya selalu berdoa Santoso bisa segera sadar, lalu meneyerahkan diri. Baru kemudian Santoso bisa bertobat.
Tapi doa saya yang pertama itu sadar terlebih dahulu,” kata Ahmad Basri, (43), keluarga sepupu Santoso saat Garuda Citizen menemui di Desa Adipuro, Kaliangkrik, Kabupaten Magelang.
Basri juga mengakui bahwa Santoso yang kini masuk daftar pencarian aparat negara adalah saudaranya. Orang tua Santoso, Irsan dan Rumiyah, asli warga Kaliangkrik.
Mereka memutuskan transmigrsi ke Palu, Sulawesi Tengah, pada 1970 silam. “Saat itu orang tuanya tengah mengandung kakak perempuan Santoso,” ujar Basri.
Saat transmigrasi ke Sulawesi pada 1970 itu, Basri mengaku belum lahir. Dengan demikian, ia tidak mengetahui secara pasti kehidupan Santoso sejak kecil.
Menurutnya, sepupunya itu lahir di Sulawesi. Ia pernah bertemu saat Santoso pulang ke keluarganya di Kaliangkrik.
“Waktu itu, ia pulang ke sini setelah lulus SMA, sekitar tahun 1998 silam,” tuturnya.
Santoso datang ke Desa Adipuro bersama ayahnya, hendak menjalin silaturahmi dengan keluarganya. Selain itu, ia juga menjual warisan dari ayahnya.
Lahan dengan ukuran 9×6 meter laku dijual dengan harga Rp 1,5 juta. Uang itu digunakan untuk biaya transportasi Santoso Rp 500 ribu. “Kemudian Rp 1 juta sisanya dikirim selang beberapa waktu.
Saya sendiri yang kirim waktu itu. Santoso pulang ke Sulawesi, sementara ayahnya pulang ke Sumatera di tempat anaknya yang perempuan,” ungkapnya.
Basri mengenang saat bertemu dengan Santoso, tidak ada hal yang aneh.
Waktu itu, Santoso juga sempat mengalami masa-masa nakal seperti umumnya anak muda. Itu masih di batas kewajaran.
Selang beberapa tahun kembali ke Sulawesi, Basri tidak lagi komunikasi dengan Santoso. Ia pun mengaku kaget setelah beberapa bulan belakangan ini, aparat kepolisian menemui keluarga di Desa Adipuro yang berada di ketinggian sekitar 1.300 mdpl itu.
Beberapa kali aparat mengunjungi desanya. Juga, menanyakan perihal kehidupan Santoso sejak kecil. “Kelurga di sini baru tahu sekitar dua bulan lalu ketika ada polisi yang mencari tahu informasi tentang Santoso.
Saya tidak menduga sebelumnya,” urai Basri.Basri mengku pusing setelah beberapa kali dikunjungi aparat. Meski hanya sebatas dimintai keterangan, hal itu tetap menjadi ganjalan tersendiri di pikirannya.
“Sekitar tiga kali mereka ke sini menanyakan Santoso. Saya pusing,” ucapnya.
Kades Adipuro Waluyo menjelaskan, Pemerintah Desa Adipuro tidak begitu paham soal kehidupan Santoso.
Pihaknya mengetahui jika Santoso merupakan terduga teroris setelah ada anggota polisi ke desanya. Tujuannya mencari tahu informasi terkait kegiatan Santoso.
“Orang tuanya memang asli Kaliangkrik, tapi Santoso tidak lahir di sini. Mereka transmigrasi pada 1970 silam,” elasnya.
Orang tua Santoso merupakan orang yang biasa saja, sama seperti warga umum lainya. Itu yang kepala desa ketahui,bahwa, Santoso pernah berkunjung ke desanya pada 1998 silam. Dan Setelah itu tidak ada kabarnya lagi.
Lebih lanjut Kades menjelaskan, desanya merupakan wilayah yang tergolong religius. Dari total penduduk 3.325 jiwa, 100 persen beragama Islam. Di Desa Adipuro terdapat dua pondok pesantren. Bahkan, kades mengaku terdapat sekitar 30 warga yang sudah hafal Alquran.
“Desa Adipuro hanya terdiri atas dua dusun yaitu Prampelan I dan II. Warga mayoritas bekerja sebagai petani,” urainya.
Santoso dan kelompoknya kini tengah dikepung aparat di salah satu hutan di Pegunungan Biru, di wilayah Sulawesi Tengah.
Satuan Tugas Operasi Tinombala terus mengejar kelompok ini. Mereka dikepung dari berbagai arah gunung, yang di curigai Santoso  terlibat di dalam aksi terorisme di Indonesia. (Arintoko)

Hadi Sulistiyono R adalah wartawan Garuda Citizen yang bertugas di wilayah Pekalongan dan sekitarnya. Juga aktif sebagai penggiat seni Teater dan Sastra Indonesia sekaligus mengajar seni Teater dan Sastra di SMA dan Perguruan tinggi di Pekalongan dan Pendiri Teater di Kota Pekalongan