Connect with us

Berita

Ribuan Masyarakat Adat di Pulau Enggano Terancam Terisolir Akibat Mandeknya Transportasi Kapal

Published

on

Pulau Enggano Terancam Terisolir

Bengkulu, GarudaCitizen.com– Pulau Enggano terancam terisolir lebih dari dua pekan akibat tidak adanya kapal laut yang masuk. Warga kesulitan mendapatkan pasokan bahan pokok, BBM, dan akses pendidikan. Pemerintah didesak segera ambil tindakan mitigasi sebelum situasi semakin memburuk.

Ribuan warga masyarakat adat yang mendiami Pulau Enggano, salah satu pulau terluar Indonesia di Provinsi Bengkulu, saat ini menghadapi ancaman keterisolasian serius. 

Ketiadaan transportasi kapal laut yang telah berlangsung lebih dari dua pekan mengakibatkan lebih dari 4.000 penduduk lokal kesulitan mengakses kebutuhan pokok, layanan pendidikan, dan pengiriman hasil pertanian. Hal inilah yang menjadikan saat ini Pulau Enggano Terancam Terisolir.

Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Enggano, Mulyadi Kauno, mengungkapkan bahwa kelambanan respons dari pihak pemerintah telah memperparah situasi di lapangan. 

“Sudah lebih dari dua minggu tidak ada kapal yang masuk ke Pulau Enggano. Ini sangat menghambat distribusi bahan pokok, BBM, dan hasil pertanian kami,” ujarnya.

Mulyadi menambahkan bahwa tidak adanya kepastian kapan kapal akan kembali beroperasi telah menimbulkan kecemasan di tengah masyarakat adat Enggano. 

Pulau Enggano Terancam Terisolir

Pelabuhan Mengalami Pendangkalan, Pemerintah Dianggap Lalai

Sementara itu, Milson Kaitora, salah satu tokoh adat Enggano yang menjabat sebagai Paabuki atau Pimpinan Kepala Suku, menyampaikan bahwa penyebab utama Pulau Enggano Terancam Terisolir dikarenakan terhentinya transportasi kapal laut adalah pendangkalan yang terjadi di Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu.

“Pendangkalan alur pelayaran di Pelabuhan Pulau Baai sudah lama terjadi. Tapi, mengapa tidak ada langkah antisipasi sebelumnya? Sekarang akibatnya kami semua yang merasakan. Kami menjadi korban dari kelambanan pemerintah,” tegas Milson.

Pelabuhan Pulau Baai merupakan pelabuhan utama yang melayani akses logistik dan transportasi ke Pulau Enggano. Ketika alur pelabuhan mengalami pendangkalan, kapal-kapal tidak dapat lagi berlayar ke pulau tersebut karena risiko keselamatan pelayaran.

Baca Juga: PTPN VII Dihukum Adat Serawai: Warga Protes Perampasan Tanah Leluhur di Seluma

Harga Bahan Pokok Melonjak, Warga Semakin Terjepit

Situasi ini telah menyebabkan harga kebutuhan pokok di Pulau Enggano melonjak tajam. Windi Aprilia, seorang perempuan adat Enggano, menyebutkan bahwa lonjakan harga mulai terasa sejak satu minggu terakhir.

“Bawang merah sekarang Rp70 ribu per kilogram. Minyak goreng sudah tembus Rp26 ribu. Bahkan telur sudah tidak ada yang jual di warung,” kata Windi.

Windi mengaku khawatir jika kondisi ini terus berlanjut, maka akan semakin menyulitkan para ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya. Ia berharap pemerintah segera turun tangan sebelum situasi menjadi lebih buruk.

Dampak Meluas ke Dunia Pendidikan

Tak hanya sektor ekonomi, dunia pendidikan pun turut terdampak. Sejumlah pelajar dan guru yang sempat berada di Kota Bengkulu kini tidak bisa kembali ke Pulau Enggano. Bahkan, beberapa siswa terancam gagal mengikuti agenda penting seperti seleksi calon Paskibraka yang dijadwalkan pada 14 April 2025.

“Saya mestinya sudah berangkat tanggal 8 April ini ke Bengkulu untuk menyelesaikan skripsi. Tapi karena tidak ada kapal, saya terpaksa menunda. Tolong pemerintah bantu kami,” ujar Sonia Agustin, mahasiswi Politeknik Kesehatan Bengkulu yang berasal dari Pulau Enggano.

Baca Juga: Mengenal Film Advertising: Definisi, Contoh + Panduan Lengkap!

AMAN Bengkulu Desak Pemerintah Ambil Langkah Mitigasi

Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Bengkulu, Fahmi Arisandi, turut angkat bicara terkait Pulau Enggano Terancam Terisolir yang disebabkan krisis transportasi laut yang tengah melanda Pulau Enggano. Ia menilai bahwa permasalahan ini bukanlah hal baru dan sudah berlangsung sejak lebih dari satu dekade.

“Ketersediaan kapal angkut yang minim dan belum memadai, serta belum optimalnya jasa penerbangan, merupakan masalah lama yang hingga kini belum diselesaikan,” tegas Fahmi.

Ia menekankan bahwa pengerukan alur pelabuhan yang sedang dilakukan di Pulau Baai seharusnya disertai dengan upaya mitigasi jangka pendek. “Selama alur pelabuhan belum bisa digunakan, pemerintah wajib memikirkan alternatif transportasi darurat bagi masyarakat Enggano,” katanya.

Fahmi menyarankan agar pemerintah menyediakan kapal pengganti atau layanan udara tambahan untuk menjamin akses logistik dan mobilitas penduduk selama masa krisis ini. Menurutnya, tanpa langkah cepat dan konkret, kelangsungan hidup masyarakat adat di pulau tersebut akan berada dalam ancaman serius.

“Kami mengingatkan semua pihak, jangan sepelekan keluhan masyarakat adat di Enggano. Saat ini ada ribuan orang yang hidup dalam kondisi darurat. Pemerintah harus segera bertindak,” tutup Fahmi. (red/rls)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply