Cerbung
Wanita Malam part 1 # Nama saya Tusahda Osa

Wanita Malam part 1 adalah sebuah cerita fiktif jika ada nama, tempat, suasana yang sama itu agar ceritanya asik saja.
Cuaca, nampaknya sudah tidak beraturan lagi. Biasanya, curah hujan terjadi di akhir tahun. Dan biasanya juga, terjadi pada bulan-bulan yang berakhiran ER. September, Oktober, November, hingga Desember. Trus musim akan berganti, seiring bergantinya tahun. Tapi belakangan ini, prediksi seperti itu sudah tidak berlaku lagi.
Musim sudah tidak beraturan lagi.
Sekarang sudah menginjak bulan Agustus 2015, Sabtu malam atau malam minggu, musim hujan masih saja terjadi. “Emang gue pikirin” mungkin begitu kata Alam.
Mungkin ketidak tertiban penduduk langit mencurahkan hujannya ini, terjadi, karena melihat penduduk bumi yang juga tidak tertib lagi. Atau semesta ini sudah tua, jadi sudah mulai pikun, trus hitungannya salah. Menganggap saat ini masih di tahun 2011 dan saatnya musim panas.
Jangan-jangan suatu saat nanti, saking pikunnya semesta alam, lalu salah menentukan tempat. Trus menganggap daratan Nusantara adalah Eropa dan sebaliknya. Trus menumpahkan salju ditempatnya yang salah. Ah.. jika begitu berarti sudah berubah pula hukum alam yang serba pasti ini.
Tak mungkin lah hukum pasti itu akan berubah. Atau system semesta ini serba otomatis. Ketika tombol play di pencet oleh tuhan, maka semuanya bergerak secara otomatis. Memakai system “JIKA”.
~~
JIKA itu sama dengan ini, maka ini adalah itu.
Ketika ada itu maka akan terjadi ini.
Jadi ketika begITU maka begINI.
Jadi jangan begitu kalau tidak mau begini~~
Dengan kata lain, hukum sebab akibat.
Oh.. lupa.. nama saya Tusahada Osa. Beberapa teman sering memanggil saya Osa, karena setiap berkenalan saya juga hanya memperkenalkan diri bernama Osa. Pendek dan memang saya lebih menyukai itu ketimbang Tusahda. Kedengarannya agak aneh. He.. he..
Beberapa malah nama Tusaha sulit disebut, beberapa juga mengatakan itu nama Jepang. Tusaha itu, menurut saya nama kampungan, di desa saya saja ada dua orang yang menggunakan nama Tusahada.
Satu, Bibi penjual Surabi yang biasa mangkal depan rumahnya di ujung kampung desa kami, bernama lengkap Saima Tusahada. Dan satu nya lagi, Siti Tusahada Aini, istri pak RT, gendut cerewet, trus suka pamerin perhiasan baru miliknya. He.. he…
Eits… tunggu dulu. Jangan berpikir terlalu jauh. Tentang saya. Atau menilai saya dari nama saja. Karena sebagai wanita, saya termasuk dalam kategori bernilai 8 plus. Gak seperti istri pak RT dan bibi Penjual Surabi di kampung saya.
Menurut beberapa teman, saya termasuk seksi, cantik, menarik, dan memiliki seluruh bagian yang diimpikan banyak wanita.
Bahkan, menurut beberapa lelaki yang saya tahu persis siap bertekuk lutut untuk mendapatkan sedikit perhatian saya, menilai bahwa saya; tidak jauh berbeda dengan beberapa selebritis ternama. Saya memiliki daya tarik seperti Dian Sastro Wardoyo, dan memiliki aura yang memikat seperti Aura Kasih. Serta mendapat sentuhan sensual seperti komedian berdialek Tegal, Kartika Putri.
Apalagi bentuk tubuh… membuat mata lelaki harus terpaku cukup lama hingga menyadari harus berpindah kebagian lain.
Tapi, hidup saya sebenarnya tidak seindah bentuk fisik tubuh saya. Apalagi berada pada tingkat 8 plus. Saya merasa hampir setiap bagian yang dilalui selalu berada pada gelombang bahkan terkadang badai yang penuh tantangan. Saya terlahir untuk menyaksikan dan merasakan berat dan hebatnya dunia malam.
Oke, saya akan memulai cerita ini. Dari bagaimana saya kemudian ingin tentang kehidupan saya di tulis. Hingga kemudian bersedia di wawancara dan di publikasi.
Pertama ketika saya berkenalan dengan seorang Wartawan yang entah kenapa tertarik mendengar dan ingin menulis tentang saya.
Menurut dia, cerita tersebut akan dimuat pada media massa akan terbit perdana dan juga di publikasi secara online, secara bersambung. Katanya, selain menarik, tulisan ini kemungkinan akan membuka pikiran banyak orang tentang kehidupan dunia malam.
Untuk apa? Saya tidak tahu dan dia pun tidak memberi tahu. Yang jelas dengan caranya berbicara dengan nada tidak merendahkan dan mengalir begitu saja, membuat saya juga entah kenapa? Tanpa malu-malu bercerita.
Saya diwawancara namun lebih tepatnya diajak ngobrol akrab. Dan saya betah berlama-lama dengan Wartawan yang satu ini.
Dan wawancara itu pun dimulai, tepat ketika sebagian besar mungkin meringkuk tidur dibawah selimut. Sekitar pukul 02.30 WIB, malam mulai beranjak menjadi pagi.
Kami berbicara banyak di dalam mobil yang di parkir di pintu Tol keluar Jagorawi – Gunung Putri. Menghadap tepat sebuah pabrik semen terbesar Asia. Indocement Tunggal Prakarsa. Tbk.

Pintu Tol Gunung Putri # Wanita malam part 1
Dia tidak kaget, ketika saya mengaku mengenal hampir setiap detil tentang kehidupan malam. Narkoba, diskotique, dan berbagai hal lain. Yang jelas sebagian besar mengarah pada bahaya. Bertentangan dengan hukum, norma agama, dan pandangan sosial.
Free sex, demikian orang menyebutnya. Bagi saya, itu adalah acara puncak dari setiap kegiatan malam. Bukan hal aneh dan sangat biasa saja. Namun kenapa saya sampai tercebur begitu dalam di dunia yang ‘cemar’ menurut sebagian besar orang itu?
Saya akan memulai bercerita.
Saya, awalnya adalah wanita biasa saja. Sama seperti wanita-wanita kebanyakan. Punya cita-cita, hidup dalam lingkungan yang baik-baik, mendapat pendidikan yang juga baik-baik. Saya anak ke dua dari tiga saudara.
Secara ekonomi, kehidupan keluarga saya cukup mapan. Bahkan boleh dikatakan diatas standar sederhana. Walau belum dapat dikatakan kaya. Yang jelas berkecukupan untuk biaya hidup dan mendapat pendidikan yang baik.
Di salah satu bagian kota Kabupten Kepahiang Provinsi Bengkulu – Indonesia, saya dibesar kan hingga remaja. Sekarang saya berani menyebut Kepahiang sebagai Kota, he he he. Soalnya, sejak menjadi Kabupaten, Kota kami mengalami perkembangan cukup pesat. Kata banyak orang, sebagian besar orang elit, pemimpinnya saat ini adalah seorang innovator hebat dan berpengalaman. Juga berani.
Wajar, selain pernah menjadi anggota MPR-RI pak Bupati kami orang yang tidak asing terhadap perkembangan luar. Baik skala nasional maupun internasional. Dia telah mengujungi banyak Negara. Jadi tidak berlebihan jika cara berpikirnya cukup hebat. Kemungkinan telah melihat banyak hal yang hebat-hebat diluar sana.
Ada banyak pembangunan yang membuat saya cukup bangga sebagai masyarakat kepahiang. Yang jelas, beberapa bangunan perkantoran yang terbilang cukup phenomenal berdiri megah di Kepahiang. Saat ini. Sebagian besar menyerupai gedung-gedung di eropa dengan ciri khas terdapat pilar-pilar kokoh penyangga bangunan yang juga terlihat kokoh. Belum lagi kubah yang menyerupai kubah gedung Capitol Hill di Washington DC. Menambah keanggunan tersendiri.
“Hei… kamu qo malah bercerita tentang gedung?” celutuk Wartawan yang sedari tadi
mencoret-coret notes yang saya lihat memang sudah terdapat banyak coretan.
Mau dibilang tulisan, hampir setiap bagian yang ada disana tidak mampu saya baca, he he he. Jadi saya menyebutnya coretan. Dan Wartawan itu pun tidak protes.
Saya pun menjadi tahu, selain dokter, ternyata masih ada mahluk yang mempertahankan dan bangga dengan tulisan yang tidak mampu dibaca dengan orang umum. Yaitu Wartawan.
“Lanjut?”
Cuma anggukan kecil sebagai sahutan dari Wartawan yang tergolong cukup menarik membuat saya harus kembali bercerita tentang saya.
Oya, saya lahir dan tumbuh hingga remaja di Kepahiang, kabupaten yang menjadi bagian dari provinsi Bengkulu yang resmi terbentuk tahun 7 Januari 2004 silam. Dan sudah pasti, saya tidak akan menyebutkan lokasi, indentitas, dan semuanya harus tersamar. Bahaya bagi saya, keluarga saya, dan banyak orang yang telah berhubungan dengan saya.
Kita ke bagian inti kenapa saya sampai terjerumus sedemikian dalam di kehidupan dunia malam.
Sejujurnya saya juga heran. Semua berjalan seolah tak terkendali padahal kendali ada pada diri saya sendiri. Menyesal? Jelas. Tapi menurut orang bijak kenapa harus disesali apa yang telah terjadi. Semua ada hikmahnya. Tapi hingga saat ini hikmah tersebut belum saya temui.
“Santai saja, hikmah itu akan didapat saat engkau belajar dari peristiwa tersebut dan menjadi orang yang lebih baik,” ujar Wartawan sok bijaksana menimpali ditengah saya bercerita.
Dan saya masih menjadi bagian dari dunia yang penuh dosa jika harus dikatakan dosa dan pesona ketika tengah berada dalam geliat indahnya cahaya lampu penuh warna dan dentuman musik yang seolah ikut mengatur gerak denyut jantung kita.
Singkatnya, saat kelas dua SMA saya pernah diperkosa oleh tetangga yang juga merupakan kakak kelas saya. Hal ini saya sembunyikan rapat-rapat karena malu. Termasuk kepada orang tua saya. Kemudian saya berupaya melupakannya.
Hingga akhirnya saya mengenal seorang laki-laki yang waktu itu adalah kakak kelas saya. Kami berpacaran, hingga pada suatu waktu saking akrab dan seringnya bertemu hingga melangkah lebih jauh. Dimana kemudian melakukan perbuatan yang terlarang.
Yang menjadi persoalan, setelah mengetahui bahwa saya sudah tidak suci lagi, sejak saat itu mulai menjauh. Walau sekali-kali kami masih sering bertemu dan bercinta. Namun, hubungan kami telah kehilangan arah. Malah hanya berlandaskan kebutuhan antara lelaki dan perempuan tidak lebih. Secara perlahan saya menyadari itu. Akhirnya putus.
Lalu, dalam kurun waktu tidak begitu lama. Saya mendapat perhatian dari orang yang jauh lebih dewasa dari saya. Sebenarnya saya lebih pantas memanggilnya ‘Om’. Namun saat itu, menurut saya ia mampu memberi kenyamanan yang lebih. Ia seolah pelindung dan mengerti saya. Hingga akhirnya saya tahu, bahwa dia sebenarnya seorang pecandu narkoba.
“Hei… ceritanya jangan begitu,” si Wartawan menyela.
“Memangnya kenapa?” Tanya saya.
“Kalau seperti itu, ceritanya cepat tamat,”
“Lalu?”
“Yah.. gak asik?”
“Dasar Wartawan… Asik di kamu. Di Saya?”
“He he he.. jangan marah cantik. Kita minum aja dulu,” ujarnya sembari membuka satu botol minuman dan langsung menuangkannya dalam gelas kecil dan langsung menyodorkannya gelas pertama ke saya. Mungkin jika di ukur, isi yang mampu ditampung tidak lebih dari ¼ cangkir biasa.
Aroma wangi dengan nuansa lemon langsung menyergap pernapasan saya. Pasti “CONTRAU” bathin saya.
“Contrau… minuman yang lebih bagus susah nyarinya. Kalo Ubas, banyak,” katanya.
“Ubas?”
“Ya.. Sabu-sabu”
“Jangan ah.. capek begadang terus. Tau sendiri, bawaanya tidak mau tidur”
Satu gelas kecil yang sebenarnya bentuknya lebih mengingatkan saya kepada air zam-zam dari arab oleh-oleh orang pulang dari menunaikan ibadah haji itu langsung saya teguk sekaligus.

wanita malam ilustrasi
He.. he.. iya, cangkir dengan ukuran kecil selalu mengingatkan saya kepada air yang sangat agung begitu pikir saya waktu masih kecil dulu. Untuk dapat menikmatinya kami harus antre. Waktu itu, ketika tetangga kami baru pulang dari Haji. Terus bagimana kami berbondong-bondong menyambut kedatangannya. Lalu disuguhi minuman suci itu. Ya dengan gelas yang sangat kecil seperti ini.
Tenggorokan saya langsung terasa hangat. Pengaruh alcohol mulai terasa. Dan ketika melihat gelas saya kosong, si Wartawan tau dan menuangkan kembali. Yang kemudian langsung saya tenggak lagi. Dia hanya mengeleng-gelengkan kepala melihat tingkah saya.
Lagu milik The Winner berjudul Kesaktianmu mengalun lembut dari sound system mobil Suzuki Ertiga Sporty tahun 2014 yang perangkat audionya kemungkinan besar sudah di modifikasi si Wartawan tersebut.
Karena jelas, jika masih standar, pasti kualitas suaranya tidak bakal sebagus ini. Modulasi bass yang sangat baik dari speaker sub wover memang terasa mampu membuat denyut jangtung kita seolah mengikuti irama music.
Lagu yang berdurasi 3 menit 54 detik itu memang cukup nakal sebenarnya. Menceritakan tentang sebuah ke indahan dosa yang selalu ingin di ulang lagi. Tentunya dengan pacar yang kita cintai.
“Saya sengaja membawa gelas, biar minumnya asik,” celoteh Wartawan sambil menghisap rokok sampoerna mild-nya dalam-dalam.
Mobil kami yang terpakir di pinggir jalan tepat di depan pintu Tol Gunung Putri, memang pilihan yang cukup bagus untuk ngobrol. Sebenarnya, pada hari-hari biasa sering juga digunakan pengemudi lain seperti truck atau lainnya untuk parkir.
Awalnya, dari Cibubur Junction tempat dimana janjian ketemuan, kami berencana untuk mengarah ke Puncak. Namun karena sang Wartawan harus menemui salah satu rekannya, maka diputuslah untuk bertemu di pintu tol ini.
Suasana daerah industri memang sangat terasa di Gunung Putri. Walau waktu sudah merambat dini hari, mobil-mobil besar terlihat sibuk keluar masuk pintu tol. Entah tujuannya kemana…
Saya memperhatikan, dari pintu tol, ruas jalan dibagi tiga, satu mengarah ke Cileungsi, satu mengarah ke Citeurup dan ditengah, sepertinya khusus menuju ke pabrik Indocement.
Sang Wartawan berkata Indocement adalah pabrik semen terbesar di Asia dengan kapasitas produksi semen kurang lebih 11,9 juta ton/tahun keberadaannya telah hampir 40 tahun. Saat melihat saya tengah asik memperhatikan truck besar dengan bagian belakang berbentuk kapsul yang kemungkinan besar mengangkut sement.
“Hei.. gimana dengan kakak kelas kamu yang kurang ajar itu,” suara si Wartawan memecahkan lamunan saya.
“Apa? O iya… soal cerita saya tadi,” mata saya mulai sedikit berat karena pengaruh alcohol. Namun suasana tubuh saya terasa nyaman dan sedikit mengambang. Inilah perbedaan minuman yang tergolong mahal dengan yang agak murah. Perut tidak terasa mual.
Saya juga sebenarnya punya kisah tentang minuman yang murah. Membuat saya pernah terdampar di sebuah hotel yang juga murah di sudut kota Curup kabupaten Rejang Lebong. Masih dalam wilayah Provinsi Bengkulu. Bagi saya, setiap jenis minuman mempunyai kisah tersendiri dalam hidup saya.
“Ok.. kita lanjut,” lanjut saya.
Memang sebenarnya pengaruh alcohol membuat kita teras bebas dan mampu menceritakan hal-hal terberat yang ketika dalam kondisi sadar kemungkinan besar tidak mampu keluar dari mulut kita.
Masih ingat benar, waktu itu sekitar pukul 4 sore. Hari dan tanggalnya saya lupa. Karena sebenarnya ingin benar-benar menghapus memory dalam kehidupan saya yang satu ini. Namun malah momentum yang membuat dada terasa sesak ketika teringat itu, seolah melekat kuat dalam benak saya. Sangat berbeda dengan rumus-rumus kimia yang dipelajari waktu sekolah, datang dan pergi dengan demikian cepat terlupakan.
Bahkan, suara napas, aroma tubuh, bahkan bagian-bagian kecil dari dinding yang menjadi saksi bisu perbuatan, saya sebut saja namanya Arles, kakak kelas yang kejam tanpa belas kasihan telah merenggut kehormatan saya. Saat ini, setahu saya nasibnya ternyata cukup bagus, menjadi salah satu orang penting di sebuah Partai ternama, di Bengkulu. Bahkan kabar terakhir, ingin mencalonkan diri sebagai DPRD Provinsi Bengkulu perwakilan Kepahiang. Dasar.. bajingan!!! Tapi secara finansial kemungkinan dia mampu, karena selain politikus dia juga seorang kontraktor.
Tahu sendiri, dalam satu tahun anggaran, ketika mampu mengerjakan beberapa paket proyek dengan nilai milyaran rupiah, keuntungannya sudah bisa diperkirakan. Menurut kabar, walaupun tidak pernah terbukti tapi sudah menjadi rahasia umum, setelah di potong fee proyek dan biaya pengaman, biasanya masih mengantongi keuntungan puluhan persen. Yang penting pintar dilapangan.
Memang hebat kan?? Tapi tidak ada yang tahu, bahwa dia adalah seorang yang telah merusak kehidupan seorang wanita. Yang dulu punya cita-cita dan rencana masa depan. Hanya kami. Dia dan aku yang tahu tentang perbuatannya yang terkutuk itu. Karena saya sangat mengutuknya. Rahasia yang membuat hati saya terasa membengkak ketika mengingatnya. Demikian juga sekarang.
Saya melihat ekor mata Wartawan yang duduk bersebelahan di belakang kemudi memandang kesaya. Dia terlihat serius mendengarkan. Saya melihat ada pandangan simpati dibalik wajahnya yang juga sudah mulai memerah karena pengaruh alcohol.
Di Kepahiang atau mungkin di Indonesia saat itu, internet belum begitu memasyarakat. Apalagi semacam facebook atau twiter, sama sekali belum. Untuk tugas sekolah, selain dari guru saat menerangkan dari sekolah sumbernya kebanyakan di cari di buku-buku. Biasanya, di pertpustakaan tidak begitu lengkap. Apalagi untuk pelajaran sekolah. Kebanyakan malah buku-buku tentang cerita rakyat atau sejenisnya.
Mungkin proyek pengadaan buku Pendidikan waktu itu belum ada seperti sekarang ini, dimana menganggarkan untuk pengadaan buku sekolah saja mencapai miliaran rupiah untuk setiap daerah. Sungguh beruntung siswa jaman sekarang sebenarnya.
Jadi untuk tugas sekolah, waktu itu untuk membuat sebuah rangkuman tentang beberapa materi atau lebih tepatnya rumus-rumus kimia. Oh.. ya… Kimia pelajaran yang memang kurang saya sukai. Apalagi gurunya memang terkenal cukup killer, kalau seandainya ada pilihan lain, seperti belajar bahasa Jin misalnya, mungkin saya akan memilih yang satu ini. Yang jelas jika bisa, saya ingin menghindar dari yang namanya kimia.
Saya tahu, Arles tempat yang tepat untuk minta bantuan. Dia selain terkenal cukup cerdas juga memiliki koleksi lengkap buku-buku pelajaran. Atau mungkin karena lengkapnya buku pelajaran sehingga membuat dia terlihat cukup cerdas. Atau juga memang karena ada keduanya. Apalagi kami memang tetangaan jadi tidak perlu upaya berat. Tinggal melangkah beberapa langkah, selesai.
Yah.. sekitar jam 4 sore saya sudah berada di teras rumahnya. Namun saat itu rumahnya terlihat sepi. Bahkan ketika diketuk beberapa kali pun tidak ada sahutan. Ah.. nanti habis magrib kembali lagi. Pasti ada. Demikian pikir saya waktu itu. Tapi saat akan membalikkan tubuh, wajah Arles tiba-tiba muncul dari jendela kamarnya, yang memang posisinya berada didepan.
“Sepi… saya kira gak ada orang,” kata saya.
“Memang, cuma saya. Orang tua lagi pergi ke Curup, ada acara keluarga. Saya kebagian tugas jaga rumah,” sahutnya, kemudia langsung menghilang dari jendela dan saya tau di keluar menuju pintu.
Dan memang benar, pintu utama depan langsung terbuka dan dia mempersilahkan saya masuk. Sebagai tetangga kami memang cukup akrab. Termasuk orang tua kami.
Dan biasanya pun, tanpa disuruh saya pasti masuk. Bahkan juga sering langsung ke bagian belakang atau beberapa ruangan lain yang tidak terhitung pribadi seperti kamar-kamar orang tuanya. Kamar Arles pun sebenarnya cukup akrab, karena kami berteman memang sejak masih kecil.
“Pelajaran Kimia Les,”
“Emang kenapa dengan pelajaran Kimia?”
“Ada tugas, bantu,”
“Males, he he..”
“Please,”
“Tunggu, aku mandi dulu. Udah sore,” katanya tanpa menunggu sahutan dari saya langsung ngeloyor ke belakang.
Mata saya melirik ke kamar Arles, yang terbuka sedikit. Sisa-sisa asap rokok masih terlihat. Ah.. ternyata Arles sudah mulai belajar merokok. Entah kenapa, kaki saya melangkah kearah kamarnya dan melongok ke dalam. Dan jantung saya tiba-tiba berhenti berdenyut. Kamar Arles memang dilengkapi televisi dan tape yang dilengkapi dengan DVD Player. Dia memang penyuka music. Kamarnya saja di penuhi beberapa poster penyanyi kesukaannya. Bahkan sering kali hingar-bingarnya music cadas dari kamar Arles terdengar hingga ke rumah.
Mata saya terpaku menatap gambar yang tidak bergerak di televisi Arles. Saya tahu, itu sebuah film yang diputar dari DVD Player, tapi tidak bergerak. Mungkin di pause ketika mendengar ketukan pintu dari saya tadi. Film yang sejujurnya belum pernah saya lihat. Hanya sering mendengar cerita dari teman-teman. Darah saya seolah mengalir tidak tentu arah dan demikian cepatnya.
Arles, mungkin masih di kamar mandi. Cowok yang satu ini memang cukup unik, menurut ibunya. Mandinya lama seperti cewek. Dan yang jelas gemericik bunyi air yang keluar dari kamar mandi menandakan bahwa benar Arles sedang mandi. Mata saya entah kenapa masih berfokus pada suatu titik itu.
Pikiran, sebenarnya ingin untuk tidak melihatnya. Namun entah kenapa, seolah seluruh anggota tubuh menjalanan fungsinya tanpa terkoordinir. Semua berjalan masing-masing. Saya masih terpaku menatap sebuah adegan yang luar biasa menurut saya waktu itu. Misionaris style, belakangan saya tahu untuk posisi seperti itu.
Logika saya mengatakan jangan. Tapi entak kenapa reflek saya malah melakukan hal yang sebaliknya. Dengan sedikit gemetaran kaki saya melangkah ke dalam kamar Arles, melihatnya lebih dekat lagi. Konfrontasi yang luar biasa terjadi di diri saya. Benar, entah mendapat keberanian dari mana, tangan saya malah meraih remote control yang tergeletak begitu saja di lantai. Dan tangan saya menekan salah satu tombol. Dan itu bertulis play. Gambar yang semula diam bergerak kembali. Oght… ternyata gerakan slow motion. Saya makin tercekat dan terpaku.
Hal pertama yang saya lihat dan dalam bentuk film, namun terasa benar-benar nyata melambungkan khayal yang begitu tinggi. Ada benarnya lagu berjudul Kesaktian yang dinyanyikan The Winner. Tikaman yang mungkin membuat lumpuh seluruh tubuh dan tidak berdaya dan rasanya manis sekali.
Saya tercekat dan tak mampu melakukan apa-apa hanya memandang setiap gerakan yang membuat beberapa bagian tubuh saya seolah terjangkit listrik tegangan ribuan voltase. Ada bagian-bagian yang berfungsi sendiri tanpa mendapat perintah dari otak. Ought…
Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu benda jatuh. Dan itu bukan bersumber dari sound DVD player. Tapi dari ruang tamu. Dan kesadaran saya pulih. Cemas langsung menyubungi pikiran saya. Jangan-jangan Arles telah selesai mandi.
Secepat kilat reflek saya berfungsi lagi. Saya melangkah atau lebih tepatnya setengah meloncat keluar dari kamar Arles. Ketahuan bisa berabe. Yang jelas malu besar. Saya tidak mau itu terjadi. Ah… terlambat. Ketika melewati pintu kamar dan baru sebagian badan saya berada diluar mata saya langsung melihat sesosok Arles yang berada tepat di depan saya. Jantung saya berhenti berdetak. Ia hanya hanya mengenakan handuk dan telah selesai mandi.
Saya benar-benar grogi. Seandainya, bumi ini bisa membelah ingin rasanya untuk sementara saya terjun dan bersembunyi didalam perut bumi hingga puluhan kilometer kedalamnya. Apalagi sorot mata aneh Arles menusuk tajam memandang saya. Jelas dia tau, saya telah menonton apa yang dia tonton sebelumnya. Saya benar-benar malu.
Dan beberapa detik kemudian, rasa yang amat sangat itu berubah menjadi terkejut. Tangan Arles tiba-tiba mendorong tubuh saya kembali kedalam kamarnya. Oh.. tuhan.. ada apalagi ini. Kali ini, seluruh bagian dari satu-kesatuan diri saya benar-benar tidak terkendali. Bahkan saya tidak mampu berpikir apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun reflek saya masih berfungsi untuk menghindar dan bahkan meronta ketika kedua tangan Arles semakin mendorong tubuh saya ke dalam kamarnya. Dan Arles ternyata lebih kuat. Sorot mata Arles semakin aneh dan tidak seperti biasanya. Napasnya memburu, dan dia mulai sedikit brutal. Perlahan kesadaran saya menyatakan bahaya mengancam. Arles akan memaksakan kehendaknya pada saya.
“Jangan,” kata saya setengah berteriak. Tapi Arles seolah tidak peduli. Bahkan dia beraksi mengunci pintu. Dan kuncinya dilempar ke sembarang tempat. Saya sendiri tidak begitu sempat memperhatikan kemana kunci tersebut. Saya terlalu sibuk dengan terjangan rasa takut yang luar biasa.
Arles seolah telah berubah menjadi seekor srigala yang mengerikan. Dia terlihat akan mencabik-cabik setiap bagian tubuhku.
Secepat kilat dia menyetel player yang kemudian terdengar suara music dengan volume tinggi. Suara Aerosmith membahana menenggelamkan teriakan saya. Saya ingat benar, lagu berjudul Crazy durasi dengan suara khas Aerosmith 5.14 menit itu ikut mengantarkan saya kedalam lembah terjal penuh batu cadas yang kemudian membuat setiap lembar hidup saya semakin suram.
Tenaga wanita saya memang tidak mampu mengalahkan kegilaan Arles. Dia bergerak cepat dan membuat saya tidak mampu berbuat apa-apa. Usaha terakhir saya hanya mampu menggeliat, lalu…….
#bersambung


You must be logged in to post a comment Login